Minggu, 28 April 2013

Dampak Ilmu Alamiah dan Teknologi



Pencemaran udara akibat kendaraan bermotor saat ini semakin memprihatinkan. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia bertambah rata-rata 12% per tahun dalam kurun waktu 2000-2003. Sementara itu, pertumbuhan kendaraan penumpang dan komersial diproyeksikan mencapai berturut-turut 10% dan 15% per tahun antara tahun 2004-2006. Pada tahun 2004, total penjualan kendaraan penumpang adalah 312.865 unit, sedangkan kendaraan komersial (bus dan truk) mencapai 170.283 unit. Pada akhir tahun 2005 dan selama tahun 2006 jumlah penjualan kendaraan penumpang dan komersial diperkirakan mencapai 550.000 dan 600.000 unit.
Perkiraan persentase pencemar udara di Indonesia dari sumber transportasi dapat dilihat pada tabel berikut:
No
Komponen Pencemar
Persentase
1
CO
70,50%
2
NOx
8,89%
3
SOx
0,88%
4
HC
18,34%
5
Partikel
1,33%
Total
100%
Sumber: Wardhana (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan
Karbon Monoksida (CO)
CO adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -1920C. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Selain itu, gas CO dapat pula terbentuk karena aktivitas industri. Sedangkan secara alamiah, gas CO terbentuk sebagai hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain walaupun dalam jumlah yang sedikit (Wardhana, 2004).
CO yang terdapat di alam terbentuk melalui salah satu reaksi berikut:
  1. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon.
  2. Reaksi antara CO2 dengan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi.
  3. Penguraian CO2 menjadi CO dan O. Berbagai proses geofisika dan biologis diketahui dapat memproduksi CO, misalnya aktivitas vulkanik, pancaran listrik dari kilat, emisi gas alami, dan lain-lain. Sumber CO lainnya yaitu dari proses pembakaran dan industri (Fardiaz, 1992).
Menurut Kurniawan, sebagian besar gas CO yang ada diperkotaan berasal dari kendaraan bermotor (80%) dan ini menunjukkan korelasi yang positif dengan kepadatan lalu lintas dan kegiatan lain yang ikut sebagai penyumbang gas CO di atmosfer (Sugiarta, 2008). Hasil penelitian tersebut ditegaskan oleh penelitian yang dilakukan Sastranegara yang menyatakan hal serupa dan menekankan bahwa semakin lama rotasi atau putaran roda kendaraan per menit, semakin besar kadar CO yang diemisikan.
Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai dua bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO2 dan gas NO (Wardhana, 2004). Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya, tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak diketahui sebagai bahan pencemar udara. Nitrogen dioksida (NO) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Reaksi pembentukan NO2 dari NO dan O2 terjadi dalam jumlah relatif kecil, meskipun dengan adanya udara berlebih. Kecepatan reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi NO. Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan reaksi pembentukan NO2 akan berjalan lebih lambat. Selain itu, kecepatan reaksi pembentukan NO2 juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dan kuadrat dari konsentrasi NO. Hal ini berarti jika konsentrasi NO bertambah menjadi dua kalinya, maka kecepatan reaksi akan naik empat kali. Namun, jika konsentrasi NO berkurang setengah, maka kecepatan reaksi akan turun menjadi seperempat (Fardiaz, 1992).
Nitrogen monoksida (NO) tidak berwarna, tidak berbau, tidak terbakar, dan sedikit larut di dalam air (Sunu, 2001). NO terdapat di udara dalam jumlah lebi besar daripada NO. Pembentukan NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2(Depkes).
Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi dibandingkan di pedesaan karena berbagai macam kegiatan manusia akan menunjang pembentukan NOx, misalnya transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah, dan lain-lain. Namun, pencemar utama NOx berasal dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar gas alam (Wardhana, 2004).
Selain itu, kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari intensitas sinar matahari dan aktivitas kendaraan bermotor. Dari perhitungan kecepatan emisi NO diketahui bahwa waktu tinggal rata-rata NO2 di atmosfer kira-kira 3 hari, sedangkan waktu tinggal NO adalah 4 hari dan gas ini bersifat akumulasi di udara yang bila tercampur dengan air akan menyebabkan terjadinya hujan asam (Sugiarta, 2008).
Belerang Oksida (Sox)
Ada dua macam gas belerang oksida (SOx), yaitu SO2 dan SO3 . Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 sangat reaktif. Konsentrasi SO2 di udara mulai terdeteksi oleh indra penciuman manusia ketika konsentrasinya berkisar antara 0,3-1 ppm. Gas hasil pembakaran umumnya mengandung lebih banyak SO2 daripada SO3. Pencemaran SO di udara terutama berasal dari pemakaian batubara pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya (Wardhana, 2004).
Pada dasarnya semua sulfur yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO2 dan hanya 1-2% saja sebagai SO3. Pencemaran SO2 di udara berasal dari sumber alamiah maupun sumber buatan. Sumber alamiah adalah gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H2S yang akan berubah menjadi SO. Sedangkan sumber SO2 buatan yaitu pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan terutama batubara yang mengandung sulfur tinggi (Mulia, 2005).
Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya tembaga (CUFeS2 dan CU2S), zink (ZnS), merkuri (HgS) dan timbal (PbS). Kebanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh karena itu, SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara (Depkes).
Hidrokarbon (HC)
Hidrokarbon terdiri dari elemen hidrogen dan karbon. HC dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon pembentuk HC, maka molekul HC cenderung berbentuk padatan. HC yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu (Depkes).
Sumber HC antara lain transportasi, sumber tidak bergerak, proses industri dan limbah padat. HC merupakan sumber polutan primer karena dilepaskan ke udara secara langsung. Molekul ini merupakan sumber fotokimia dari ozon. Bila pencemaran udara oleh HC disertai dengan pencemaran oleh nitrogen oksida (NOx), maka akan terbentuk Peroxy Acetyl Nitrat dengan bantuan oksigen (Sunu, 2001).
Partikel
Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia, 2005). Partikel merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Partikel pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya (Depkes).
Berbagai proses alami yang menyebabkan penyebaran partikel di atmosfer, misalnya letusan vulkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikel- partikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja, dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikel yang utama adalah dari pembakaran bahan bakar dari sumbernya diikuti oleh proses-proses industri (Fardiaz, 1992).

Komentar saya
Semakin lama semakin bertambahnya tahun di Negara Indonesia semakin banyak kendaraan bermotor seperti mobil dan motor. Pada zaman modern ini kebutuhan akan kendaraan bermotor semakin meningkat, apalagi kebutuhan akan sepeda motor. Zaman sekarang kebanyakan orang lebih memilih sepeda motor untuk berpergian seperti ke sekolah, ke pasar, ke tempat bekerja, dan tempat lainnya. Apalagi di ibu kota Jakarta yang macet ini, orang lebih memilih naik sepeda motor walaupun terkena singatan matahari, angin, debu, dan polusi. Karena mereka merasa lebih efisien dengan menggunakan sepeda motor, selain lebih cepat, dengan menggunakan sepeda motor akan lebih hemat biaya transport. Tetapi justru hal inilah yang menyebabkan meningkatnya polusi udara atau pencemaran udara. Karena setiap kendaraan bermotor akan mengeluarkan gas yang beracun yang akan mengganggu pernapasan manusia atau menimbulkan penyakit pada pernapasan manusia. Apalagi mesin kendaraan bermotor yang 2 tak, selain menimbulkan suara yang bising, kendaraan yang menggunakan mesin 2 tak akan mengeluarkan gas yang lebih berbahaya dari mesin 4 tak. Kalau hal ini terus berlangsung, nantinya makin banyak manusia yang terkena penyakit, terutama penyakit pernapasan seperti sesak napas, dan bias juga menimbulkan penyakit lainnya.


Ilmu Alamiah dan Teknologi Masa Depan Sehubungan dengan Kelangsungan Hidup Manusia

Air Jakarta Makin Tercemar

Kondisi air Jakarta makin buruk. Air yang biasa digunakan penduduk Ibu kota ini mengalami pencemaran oleh mikrobiologi dan bahan-bahan kimia. Berdasarkan data di kantor Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta menyebutkan tingkat pencemaran air telah mencapai 50 persen. Bahkan di beberapa wilayah, pencemaran airnya sudah 90 persen. Wilayah yang mengalami pencemaran paling parah adalah Jakarta Pusat. Adapun wilayah Jakarta Timur mempunyai tingkat pencemaran terendah.
Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kosasih Wirahadikusumah menjelaskan, faktor pencemaran dari mikrobiologi adalah terkontaminsai ekoli atau coliform. Bahan kimia disumbangkan oleh deterjen, kata Kosasih kepada Tempo.
Rabu (25/1). Dia menjelaskan, kebanyakan bahan pembersih yang beredar di Indonesia merupakan deterjen dengan kadar keras. Menurut Kosasih, kerasnya deterjen lantaran mengandung fosfat tinggi hingga lebih dari 18 persen. Kandungan seperti inilah yang membuat semakin memburuknya kualitas air. Sumber pencemaran ekoli, katanya, pembuangan kotoran secara sembarangan. Pembuatan septic tank, dia mencontohkan, belum sepenuhnya menjamin sterilnya air tanah. Apalagi, sekitar 70 persen limbah air  berasal dari rumah tangga. Limbah domistik ini di antaranya air bekas untuk mandi, air cucian, hingga kotoran dapur. Kosasih juga mengatakan, kebutuhan air bersih untuk dikonsumsi di DKI Jakarta meningkat setiap tahun. Namun ketersediaan air baku kualitas dan kuantitasnya semakin memprihatinkan, katanya. Begitu pula dengan pemeriksaan air sungai menunjukkan tingkat pencemarannya tinggi. Di tempat terpisah, Junani Kartawiri selaku Kepala Pengendalian Pencemaran Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup DKI, untuk mengendalikan kerusakan Sungai Ciliwung akan diatur oleh Peraturan Presiden. Kebijakan ini diambil dalam rangka mengatur keterpaduan program antarpemerintah provinsi yang dilintasi Sungai Ciliwung. Rencananya, pada tahun ini peraturan tersebut diberlakukan. Slamet Daroyni dari Wahana Lingkungan Hidup Jakarta, meragukan peraturan itu bisa berjalan. Menurutnya, sebelumnya sudah ada peraturan serupa yakni Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 tentang Penataan Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur. Kenyataannya, kata Slamet, perusakan lingkungan diwilayah ini terus berlangsung.

Komentar saya
Air sumber daya alam yang dapat diperbaharui dalam arti air yang kotor bisa diolah kembali menjadi air bersih yang layak untuk digunakan oleh manusia. Tetapi zaman sekarang rasanya kata-kata ini sudah tidak berlaku lagi. Karena pada zaman sekarang ini makin sulit untuk mencari air yang bersih. Khusunya di daerah perkotaan, orang-orang makin sulit mencari air bersih untuk keperluan sehari-harinya seperti untuk mandi, masak, minum, dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena air sungai yang sebagai salah satu sumber air telah tercemar oleh zat-zat yang membahayakan seperti zat yang terkandung dalam deterjen seperti yang telah disebutkan dalam artikel di atas. Air yang tercemar oleh deterjen ini disebabkan oleh manusia yang membuangan air bekas cucian baju atau pun cucian piring ke dalam sungai, khusunya bagi manusia atau penduduk yang bertempat tinggal di daerah pemukiman (seperti ibu kota kita, Jakarta) atau yang hidup dipinggir sungai yang membangun tempat tinggal dipinggir sungai yang setiap harinya melakukan aktivitas di sekitar sungai termasuk kegiatan mencuci dan membuang air bekas cuciannya ke dalam sungai. Selain disebabkan oleh deterjen, pencemaran air ini juga disebabkan oleh sampah dan limbah. Sampah ini sebabkan oleh penduduk yang selalu dan setiap harinya menbuang sampah ke aliran sungai dan limbah yang berasal dari pabrik (yang kita sebut limbah pabrik). Limbah pabrik ini mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan semakin banyak manusia yang terkena penyakit dan semakin banyak muncul berbagai macam penyakit. Selain itu juga nantinya akan terjadi kelangkaan air bersih, dan setiap orang harus membeli air bersih demi untuk melakukan rutinitas hariannya yang 80% membutuhkan air. Dan bisa saja generasi kita yang selanjutnya tidak bisa merasakan air bersih.

Sumber: Tempo, 26 Januari 2006. pukul 00:32 WIB. Jakarta