Minggu, 27 April 2014

Kesehatan Mental (Tugas ke-2) - STRESS

Arti Stress
J. P. Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi mendefinisikan stres sebagai satu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Hal senada diungkapkan dalam Atkinson (1983), stres terjadi ketika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik maupun psikologisnya. Keadaan sosial, lingkungan, dan fisikal yang menyebabkan stres dinamakan stresor. Sementara reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stres, atau secara singkat disebut stres.
            Menurut Lazarus 1999 (dalam Rod Plotnik 2005:481) “Stres adalah rasa cemas atau terancam yang timbul ketika kita menginterpretasikan atau menilai suatu situasi sebagai melampaui kemampuan psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai” (“Stress is the anxious or threatening feeling that comes when we interpret or appraise a situation as being more than our psychologycal resources can adequately handle”).


            Jenis-jenis Coping Stress
                    Emosi dan rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh situasi stres, sangat tidak nyaman. Ketidak-nyamanan tersebut memotivasi individu untuk melakukan sesuatu guna menghilangkannya. Proses yang ditempuh seseorang untuk menghadapi tuntutan yang stres dinamakan coping (kemampuan mengatasi masalah). Coping memiliki 2 (dua) bentuk utama.
1.      Strategi Terfokus Masalah
Yang disebut juga Problem Focus Coping, yaitu upaya seseorang untuk memfokuskan perhatian pada masalah atau situasi spesifik yang telah terjadi, sambil mencoba menemukan cara untuk mengubahnya atau menghindarinya.
Strategi yang dapat ditempuh untuk memecah masalah antara lain menetukan masalahnya, mencari pemecahan alternatif, menimbang-nimbang alternatif tersebut, dan memilih salah satunya dan mengimplementasikannya.
Strategi-terfokus-masalah juga dapat diarahkan ke dalam (diri sendiri): individu dapat mengubah dirinya sendiri dan mengubah lingkungan. Mengubah tingkat aspirasi, menemukan sumber pemuas alternatif, dan mempelajari kecakapan baru. Kecakapan menerapkan strategi tersebut tergantung pada pengalamannya dan kapasitasnya untuk mengendalikan diri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi-terfokus-masalah dapat mempersingkat waktu berlangsungnya depresi. Selain itu terapi dnegan menggunakan strategi-terfokus-masalah untuk mengehadpai penderita depresi, ternyata efektif dalam membantu mereka mengatasi depresi dan bereaksi secara lebih adaptif terhadap stresor (Nezu, Nezu & Perri, 1989 dalam Atkinson dkk, 1993:379).

2.      Strategi Terfokus Emosi
Yang disebut juga Emotional Focus Coping, yaitu upaya untuk mencegah emosi negatif menguasai diri seseorang atau mencegah terjadinya maslaah yang tidak dapat dikendalikan. Terdapat banyak cara untuk mengatasi emosi negatif. Sebagian peneliti telah membagi cara-cara tersebut menjadi strategi perilaku dan strategi kognitif (Moss, 1988 dalam Atkinson 1993:379).
a)      Strategi perilaku, misalnya latihan fisik untuk beralih dari masalah. Ada yang menggunakan alkohol atau yang lainnya, atau mencari dukungan emosional dari kawan.
b)      Strategi kognitif, dilakukan anatara lain dengan menyingkirkan untuk sementara pikiran tentang masalah tersebut. Bisa juga dengan cara menurunkan ancaman dengan mengubah makna situasi, misalnya memutuskan bahwa persahabat dengan seseorang itu tidak penting. Strategi kognitif seringkali membutuhkan penilaian ulang terhadap situasi.
Penelitian-penelitian lain mengklasifikasikan strategi-terfokus-emosi secara berbeda, menjadi strategi perenungan, strategi pengalihan, dan strategi penghindaran negatif (Nolen Hoeksema, 1991 dalam Atkinson 1993:380).
a)      Strategi perenungan (rumanative strategies), dilakukan anatar lain dengan cara menisolasi diri untuk merenungkan betapa buruknya perasaan kita, menguatirkan konsekuensi peristiwa stres, atau keadaan emosional kita, atau membicarakan berulang kali betapa buruknya segala sesuatu, tanpa mengambil tindakan untuk mengubahnya.
b)      Strategi pengalihan (distraction strategies), ditempuh anatara lain dengan melibatkan diri dalam aktivitas yang menyenangkan, dan meningkatkan perasaan kendali kita, misalnya melakukan kegiatan berolah raga yang menyenangkan (hobi), menonton film di bioskop bersama kawan-kawan, bermain dengan anak-anak. Tujuan strategi pengalihan adalah menjauhkan diri dar pikiran negatif dan mendapatkan kembali rasa mampu menguasai masalah.
c)      Strategi penghindaran negatif (negative avoidant strategies) adalah aktivitas yang dapat mengalihkan kita dari mood, tetapi berbeda dari strategi pengalihan. Bedanya adalah bahwa strategi penghindaran negatif merupakan aktivitas beresiko yang mungkin malah memperberat mood.
Startegi perenungan dan strategi penghindaran malah cenderung meningkatkan dan memperpanjang mood yang tertekan, sedangkan strategi pengalihan cenderung menurunkan dan mempersingkat mood yang tertekan.


Teori Kepribadian Sehat menurut:
Allport
Gordon Allport (1937) telah membuat hipotesis mendalam mengenai atribut dari kepribadian yang matang. Minat Allport terhadap pribadi yang sehat secara psikologis dimulai tahun 1922, yaitu ketika mendapatkan gelar Ph.D. Ketidakmampuannya dalam bidang matematika, biologi, kedokteran, ataupun manipulasi laboratorium, memaksa Allport (1967) untuk “mencari jalannya sendiri dalam ranah humanistik dari psikologi” (hlm.8). ranahb tersebut mengarah kepada kajian atas kepribadian yang sehat secara psikologis.
Beberapa asumsi dibutuhkan untuk mengerti konsep Allport mengenai kepribadian yang matang. Pertama, manusia yang matang secara psikologis memiliki karakteristik berupa perilaku proaktif, yaitu mereka mampu bertindak secara sadar dalam lingkungannya melalui pendekatan-pendekatan yang baru dan inovatif, serta membuat lingkungan mereka memberikan respons terhadap mereka. Perilaku proaktif tidak hanya sekadar mengurangi tekanan, namun juga untuk membentuk tekanan baru.
Selain itu, kepribadian yang matang lebih dapat termotivasi oleh proses sadar daripada kepribadian yang terganggu, yang membuat mereka menjadi lebih fleksibel dan mandiri dibanding pribadi yang tidak sehat, yang akan tetap terdominasi oleh motif-motif tidak sadar yang berasal dari pengalaman masa kecil mereka.
Pribadi yang sehat biasanya mempunyai masa kecil yang relatif tidak traumatis walaupun pada tahun-tahun berikutnya mereka dapat menghadapi konflik dan penderitaan. Orang-orang yang sehat secara psikologis tidak terbebas dari kelemahan-kelemahan ataupun keanehan-keanehan yang membuat mereka unik. Selain itu, usia juga tidak diperlukan untuk kedewasan, walaupun manusia yang sehat kelihatan menjadi lebih dewasa saat mereka bertambah umurnya.
Kemudian, apa yang menjadi hal-hal spesifik yang dibutuhkan untuk kesehatan psikologis ? Allport (1961) mengidentifikasikan enam kriteria kepribadian yang matang.
Kriteria pertama adalah perluasaan perasaan diri. Pribadi yang matang terus mencari untuk dapat mengidentifikasi diri dan berpartisipasi dalam kejadian yang terjadi di luar diri mereka.
Kedua, kepribadian yang matang memiliki karakter berupa “hubungan yang hangat dengan orang lain” (Allport, 1961, hlm.285). mereka mempunyai kapasitas untuk mencintai orang lain dalam cara-cara yang intim dan simpatik dengan orang lain.
Kriteria ketiga adalah keamanan emosional atau penerimaan diri. Pribadi yang matang menerima diri mereka apa adany, dan memiliki apa yang disebut Allport (1961) sebagai keseimbangan emosional. Manusia yang sehat secara psikologis tidak akan menjadi terlalu sedih apabila terdapat hal-hal yang berjalan di luar rencana atau saat mereka hanya “mengalami hari yang buruk”. Mereka tidak akan terus berkutat dengan gangguan-gangguan kecil, serta menyadari bahwa rasa frustasi dan ketidaknyamanan merupakan bagian dari hidup.
Keempat, manusia yang sehat secara psikologis juga memiliki persepsi yang realistis mengenai lingkungan di sekitarnya. Mereka tidak hidup di dalam dunia fantasi atau membelokkan kenyataan agar sesuai dengan harapan mereka. Mereka berfokus pada masalah dibanding pada pribadi, dan lebih berinteraksi dengan dunia seperti yang dilihat oleh kebanyakan orang.
Kriteri kelima adalah insight dan humor. Pribadi yang matang mengenal dirinya sendiri sehingga tidak mempunyai kebutuhan untuk mengatribusikan kesalahan dan kelemahannya kepada orang lain. Mereka juga mempunyai selera humor yang tidak kasar; yang memberikan mereka kapasitas untuk menertawakan diri mereka sendiri daripada bergantung pada tema-tema seksual atau kekerasan untuk membuat orang lain tertawa. Allport (1961) yakin bahwa insight dan humor sangat berhubungan, serta mungkin merupakanaspek-aspek dari hal yang sama, yaitu pemahaman diri (self-objectication).
Kriteria terakhir dari kepribadian yang matang adalah filosofi kehidupan yang integral. Manusia yang sehat mempunyai pandangan yang jelas mengenai tujuan hidup mereka. Tanpa pandanga tersebut, insight mereka akan menjadi kosong dan gersang, serta akan memiliki humor yang dangkal dan sinis. Filosofi kehidupan yang integral dapat berupa sesuatu yang bersifat religius ataupun tidak, tetapi dalam tahap personal, Allport (1954, 1963) kelihatannya telah merasakan bahwa orientasi religius yang matang merupakan komposisi yang penting dalam kehidupan pribadi yang sangat matang.
           
            Carl Roger
                        Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah.
                        Konsep diri (self concept) menurut Rogers adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, di mana “aku“ merupakan pusat referensi setiap pengalaman. Konsep diri merupakan bagian inti dari pengalaman individu yang secara perlahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa aku sebenarnya“ dan “apa yang sebenarnya harus saya perbuat“. Jadi, self concept adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku.
                        Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi yaitu:
1.      Incongruence Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin.
2.       Congruence
Congruence berarti situasi dimana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.
           
                        Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan. Konsepsi-konsepsi pokok dalam teori Rogers adalah:
1.      Organism, yaitu keseluruhan individu (the total individual). Organisme memiliki sifat-sifat berikut:
·         Organisme beraksi sebagai keseluruhan terhadap medan phenomenal dengan maksud memenuhi kebutuhankebutuhannya.
·         Organisme mempunyai satu motif dasar yaitu: mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.
·         Organisme mungkin melambangkan pengalamannya, sehingga hal itu disadari, atau mungkin menolak pelambangan itu, sehingga pengalaman-pengalaman itu tak disadari, atau mungkin juga organisme itu tak memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
2.      Medan phenomenal, yaitu keseluruhan pengalaman (the totality of experience). Medan phenomenal punya sifat disadari atau tak disadari, tergantung apakah pengalaman yang mendasari medan phenomenal itu dilambangkan atau tidak.
·         Self, yaitu bagian medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar daripada “I” atau “me”.
Self mempunyai bermacam-macam sifat:
a)      Self berkembang dari interaksi organisme dengan lingkungan.
b)      Self mungkin menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara (bentuk) yang tidak wajar.
c)      Self mengejar (menginginkan) consistency (keutuhan/kesatuan, keselarasan).
d)     Organisme bertingkah laku dalam cara yang selaras (consistent) dengan self.
e)      Pengalaman-pengalaman yang tak selaras dengan stuktur self diamati sebagai ancaman.
f)       Self mungkin berubah sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.

Rogers mengemukakan lima sifat khas dari seseorang yang berfungsi penuh:
1.      Keterbukaan pada pengalaman
Bahwa seseorang tidak bersifat kaku dan defensif melainkan bersifat fleksibel,
tidak hanya menerima pengalaman yang diberikan oleh kehidupan, tapi juga
dapat menggunakannya dalam membuka kesempatan lahirnya persepsi dan
ungkapan-ungkapan baru.
2.      Kehidupan eksistensial
Orang yang tidak mudah berprasangka ataupun memanipulasi pengalaman melainkan menyesuaikan diri karena kepribadiannya terus-menerus terbuka kepada pengalaman baru.
3.      Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Bertingkah laku menurut apa yang dirasa benar, merupakan pedoman yang sangat diandalkan dalam memutuskan suatu tindakan yang lebih dapat diandalkan daripada faktor-faktor rasional atau intelektual.
4.      Perasaan bebas
Semakin seseorang sehat secara psikologis, semakin mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak.
5.      Kreativitas
Seorang yang kreatif bertindak dengan bebas dan menciptakan hidup, ide dan rencana yang konstruktif, serta dapat mewujudkan kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan dengan cara yang memuaskan.

Sumber Referensi:
Heru, A.M. Basuki.(2008).Psikologi Umum.Jakarta:Penerbit Gunadarma.
Feist, Jess & Gregory J. Feist.(2010).Teori Kepribadian:Edisi 7 – Buku
2.Jakarta:Salemba Humanika.

wardalisa.staff.gunadarma.ac.id