J.
P. Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi mendefinisikan stres sebagai satu keadaan tertekan, baik secara fisik
maupun psikologis. Hal senada diungkapkan dalam Atkinson (1983), stres terjadi ketika orang dihadapkan dengan
peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik maupun
psikologisnya. Keadaan sosial, lingkungan, dan fisikal yang menyebabkan
stres dinamakan stresor. Sementara
reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stres, atau secara singkat disebut stres.
Menurut Lazarus 1999 (dalam Rod
Plotnik 2005:481) “Stres adalah rasa cemas atau terancam yang timbul ketika
kita menginterpretasikan atau menilai suatu situasi sebagai melampaui kemampuan
psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai” (“Stress is the anxious or threatening feeling that comes when we
interpret or appraise a situation as being more than our psychologycal
resources can adequately handle”).
Jenis-jenis Coping
Stress
Emosi
dan rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh situasi stres, sangat tidak
nyaman. Ketidak-nyamanan tersebut memotivasi individu untuk melakukan sesuatu
guna menghilangkannya. Proses yang ditempuh seseorang untuk menghadapi tuntutan
yang stres dinamakan coping
(kemampuan mengatasi masalah). Coping memiliki
2 (dua) bentuk utama.
1. Strategi
Terfokus Masalah
Yang disebut
juga Problem Focus Coping, yaitu
upaya seseorang untuk memfokuskan perhatian pada masalah atau situasi spesifik
yang telah terjadi, sambil mencoba menemukan cara untuk mengubahnya atau
menghindarinya.
Strategi yang dapat
ditempuh untuk memecah masalah antara lain menetukan
masalahnya, mencari pemecahan alternatif, menimbang-nimbang alternatif
tersebut, dan memilih salah satunya dan mengimplementasikannya.
Strategi-terfokus-masalah
juga dapat diarahkan ke dalam (diri sendiri): individu dapat mengubah dirinya
sendiri dan mengubah lingkungan. Mengubah tingkat aspirasi, menemukan sumber
pemuas alternatif, dan mempelajari kecakapan baru. Kecakapan menerapkan
strategi tersebut tergantung pada pengalamannya dan kapasitasnya untuk
mengendalikan diri.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa strategi-terfokus-masalah dapat mempersingkat waktu
berlangsungnya depresi. Selain itu terapi dnegan menggunakan strategi-terfokus-masalah
untuk mengehadpai penderita depresi, ternyata efektif dalam membantu mereka mengatasi depresi dan bereaksi secara
lebih adaptif terhadap stresor (Nezu, Nezu & Perri, 1989 dalam Atkinson
dkk, 1993:379).
2. Strategi
Terfokus Emosi
Yang disebut
juga Emotional Focus Coping, yaitu
upaya untuk mencegah emosi negatif menguasai diri seseorang atau mencegah
terjadinya maslaah yang tidak dapat dikendalikan. Terdapat banyak cara untuk
mengatasi emosi negatif. Sebagian peneliti telah membagi cara-cara tersebut
menjadi strategi perilaku dan strategi kognitif (Moss, 1988 dalam
Atkinson 1993:379).
a) Strategi
perilaku, misalnya latihan fisik untuk beralih dari masalah. Ada yang
menggunakan alkohol atau yang lainnya, atau mencari dukungan emosional dari
kawan.
b) Strategi
kognitif, dilakukan anatara lain dengan menyingkirkan untuk sementara pikiran
tentang masalah tersebut. Bisa juga dengan cara menurunkan ancaman dengan
mengubah makna situasi, misalnya memutuskan bahwa persahabat dengan seseorang
itu tidak penting. Strategi kognitif seringkali membutuhkan penilaian ulang
terhadap situasi.
Penelitian-penelitian lain mengklasifikasikan
strategi-terfokus-emosi secara berbeda, menjadi strategi perenungan, strategi pengalihan, dan strategi penghindaran negatif (Nolen Hoeksema, 1991 dalam Atkinson
1993:380).
a) Strategi
perenungan (rumanative strategies),
dilakukan anatar lain dengan cara menisolasi diri untuk merenungkan betapa
buruknya perasaan kita, menguatirkan konsekuensi peristiwa stres, atau keadaan
emosional kita, atau membicarakan berulang kali betapa buruknya segala sesuatu,
tanpa mengambil tindakan untuk mengubahnya.
b) Strategi
pengalihan (distraction strategies),
ditempuh anatara lain dengan melibatkan diri dalam aktivitas yang menyenangkan,
dan meningkatkan perasaan kendali kita, misalnya melakukan kegiatan berolah
raga yang menyenangkan (hobi), menonton film di bioskop bersama kawan-kawan,
bermain dengan anak-anak. Tujuan strategi pengalihan adalah menjauhkan diri dar
pikiran negatif dan mendapatkan kembali rasa mampu menguasai masalah.
c) Strategi
penghindaran negatif (negative avoidant
strategies) adalah aktivitas yang dapat mengalihkan kita dari mood, tetapi
berbeda dari strategi pengalihan. Bedanya adalah bahwa strategi penghindaran
negatif merupakan aktivitas beresiko yang mungkin malah memperberat mood.
Startegi perenungan dan strategi penghindaran malah
cenderung meningkatkan dan memperpanjang mood yang tertekan, sedangkan strategi
pengalihan cenderung menurunkan dan mempersingkat mood yang tertekan.
Teori
Kepribadian Sehat menurut:
Allport
Gordon
Allport (1937) telah membuat hipotesis mendalam mengenai atribut dari
kepribadian yang matang. Minat Allport terhadap pribadi yang sehat secara
psikologis dimulai tahun 1922, yaitu ketika mendapatkan gelar Ph.D.
Ketidakmampuannya dalam bidang matematika, biologi, kedokteran, ataupun
manipulasi laboratorium, memaksa Allport (1967) untuk “mencari jalannya sendiri
dalam ranah humanistik dari psikologi” (hlm.8). ranahb tersebut mengarah kepada
kajian atas kepribadian yang sehat secara psikologis.
Beberapa
asumsi dibutuhkan untuk mengerti konsep Allport mengenai kepribadian yang
matang. Pertama, manusia yang matang secara psikologis memiliki karakteristik
berupa perilaku proaktif, yaitu
mereka mampu bertindak secara sadar dalam lingkungannya melalui
pendekatan-pendekatan yang baru dan inovatif, serta membuat lingkungan mereka
memberikan respons terhadap mereka. Perilaku proaktif tidak hanya sekadar
mengurangi tekanan, namun juga untuk membentuk tekanan baru.
Selain
itu, kepribadian yang matang lebih dapat termotivasi oleh proses sadar daripada
kepribadian yang terganggu, yang membuat mereka menjadi lebih fleksibel dan
mandiri dibanding pribadi yang tidak sehat, yang akan tetap terdominasi oleh
motif-motif tidak sadar yang berasal dari pengalaman masa kecil mereka.
Pribadi
yang sehat biasanya mempunyai masa kecil yang relatif tidak traumatis walaupun
pada tahun-tahun berikutnya mereka dapat menghadapi konflik dan penderitaan.
Orang-orang yang sehat secara psikologis tidak terbebas dari
kelemahan-kelemahan ataupun keanehan-keanehan yang membuat mereka unik. Selain
itu, usia juga tidak diperlukan untuk kedewasan, walaupun manusia yang sehat
kelihatan menjadi lebih dewasa saat mereka bertambah umurnya.
Kemudian,
apa yang menjadi hal-hal spesifik yang dibutuhkan untuk kesehatan psikologis ?
Allport (1961) mengidentifikasikan enam kriteria kepribadian yang matang.
Kriteria
pertama adalah perluasaan perasaan diri.
Pribadi yang matang terus mencari untuk dapat mengidentifikasi diri dan
berpartisipasi dalam kejadian yang terjadi di luar diri mereka.
Kedua,
kepribadian yang matang memiliki karakter berupa “hubungan yang hangat dengan orang lain” (Allport, 1961, hlm.285).
mereka mempunyai kapasitas untuk mencintai orang lain dalam cara-cara yang
intim dan simpatik dengan orang lain.
Kriteria
ketiga adalah keamanan emosional atau
penerimaan diri. Pribadi yang matang
menerima diri mereka apa adany, dan memiliki apa yang disebut Allport (1961)
sebagai keseimbangan emosional. Manusia yang sehat secara psikologis tidak akan
menjadi terlalu sedih apabila terdapat hal-hal yang berjalan di luar rencana
atau saat mereka hanya “mengalami hari yang buruk”. Mereka tidak akan terus
berkutat dengan gangguan-gangguan kecil, serta menyadari bahwa rasa frustasi
dan ketidaknyamanan merupakan bagian dari hidup.
Keempat,
manusia yang sehat secara psikologis juga memiliki persepsi yang realistis mengenai lingkungan di sekitarnya. Mereka
tidak hidup di dalam dunia fantasi atau membelokkan kenyataan agar sesuai
dengan harapan mereka. Mereka berfokus pada masalah dibanding pada pribadi, dan
lebih berinteraksi dengan dunia seperti yang dilihat oleh kebanyakan orang.
Kriteri
kelima adalah insight dan humor.
Pribadi yang matang mengenal dirinya sendiri sehingga tidak mempunyai kebutuhan
untuk mengatribusikan kesalahan dan kelemahannya kepada orang lain. Mereka juga
mempunyai selera humor yang tidak kasar; yang memberikan mereka kapasitas untuk
menertawakan diri mereka sendiri daripada bergantung pada tema-tema seksual
atau kekerasan untuk membuat orang lain tertawa. Allport (1961) yakin bahwa insight dan humor sangat berhubungan,
serta mungkin merupakanaspek-aspek dari hal yang sama, yaitu pemahaman diri (self-objectication).
Kriteria
terakhir dari kepribadian yang matang adalah filosofi kehidupan yang integral. Manusia yang sehat mempunyai
pandangan yang jelas mengenai tujuan hidup mereka. Tanpa pandanga tersebut, insight mereka akan menjadi kosong dan
gersang, serta akan memiliki humor yang dangkal dan sinis. Filosofi kehidupan
yang integral dapat berupa sesuatu yang bersifat religius ataupun tidak, tetapi
dalam tahap personal, Allport (1954, 1963) kelihatannya telah merasakan bahwa
orientasi religius yang matang merupakan komposisi yang penting dalam kehidupan
pribadi yang sangat matang.
Carl Roger
Carl Rogers adalah
seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat
pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan
pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan
Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers
menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain,
Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara
penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai
penyimpangan dari kecenderungan alamiah.
Konsep diri (self
concept) menurut Rogers adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari
dan disimbolisasikan, di mana “aku“ merupakan pusat referensi setiap
pengalaman. Konsep diri merupakan bagian inti dari pengalaman individu yang
secara perlahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri
yang mengatakan “apa dan siapa aku sebenarnya“ dan “apa yang sebenarnya harus
saya perbuat“. Jadi, self concept adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai
pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku.
Konsep diri ini terbagi
menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan
apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2
konsep lagi yaitu:
1. Incongruence
Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman
aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin.
2. Congruence
Congruence
berarti situasi dimana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah
konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.
Rogers menggambarkan
pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan
positif tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya
diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung
untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan. Konsepsi-konsepsi pokok dalam
teori Rogers adalah:
1. Organism,
yaitu keseluruhan individu (the total individual). Organisme memiliki
sifat-sifat berikut:
·
Organisme beraksi sebagai keseluruhan
terhadap medan phenomenal dengan maksud memenuhi kebutuhankebutuhannya.
·
Organisme mempunyai satu motif dasar
yaitu: mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.
·
Organisme mungkin melambangkan
pengalamannya, sehingga hal itu disadari, atau mungkin menolak pelambangan itu,
sehingga pengalaman-pengalaman itu tak disadari, atau mungkin juga organisme
itu tak memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
2. Medan
phenomenal, yaitu keseluruhan pengalaman (the totality of experience). Medan
phenomenal punya sifat disadari atau tak disadari, tergantung apakah pengalaman
yang mendasari medan phenomenal itu dilambangkan atau tidak.
·
Self, yaitu bagian medan phenomenal yang
terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar
daripada “I” atau “me”.
Self mempunyai
bermacam-macam sifat:
a) Self
berkembang dari interaksi organisme dengan lingkungan.
b) Self
mungkin menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara
(bentuk) yang tidak wajar.
c) Self
mengejar (menginginkan) consistency (keutuhan/kesatuan, keselarasan).
d) Organisme
bertingkah laku dalam cara yang selaras (consistent) dengan self.
e) Pengalaman-pengalaman
yang tak selaras dengan stuktur self diamati sebagai ancaman.
f) Self
mungkin berubah sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.
Rogers mengemukakan lima sifat khas
dari seseorang yang berfungsi penuh:
1. Keterbukaan
pada pengalaman
Bahwa seseorang
tidak bersifat kaku dan defensif melainkan bersifat fleksibel,
tidak hanya
menerima pengalaman yang diberikan oleh kehidupan, tapi juga
dapat
menggunakannya dalam membuka kesempatan lahirnya persepsi dan
ungkapan-ungkapan
baru.
2. Kehidupan
eksistensial
Orang yang tidak mudah berprasangka
ataupun memanipulasi pengalaman melainkan menyesuaikan diri karena kepribadiannya
terus-menerus terbuka kepada pengalaman baru.
3. Kepercayaan
terhadap organisme orang sendiri
Bertingkah laku menurut apa yang
dirasa benar, merupakan pedoman yang sangat diandalkan dalam memutuskan suatu tindakan
yang lebih dapat diandalkan daripada faktor-faktor rasional atau intelektual.
4. Perasaan
bebas
Semakin seseorang sehat secara
psikologis, semakin mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak.
5. Kreativitas
Seorang yang kreatif bertindak
dengan bebas dan menciptakan hidup, ide dan rencana yang konstruktif, serta
dapat mewujudkan kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan dengan cara yang
memuaskan.
Sumber
Referensi:
Heru, A.M.
Basuki.(2008).Psikologi Umum.Jakarta:Penerbit
Gunadarma.
Feist, Jess &
Gregory J. Feist.(2010).Teori Kepribadian:Edisi
7 – Buku
2.Jakarta:Salemba
Humanika.
wardalisa.staff.gunadarma.ac.id