Artikel 4
Terapi Psikoanalisis
(Konsep dasar, Unsur-unsur,
Masalah, Tujuan, Teknik)
Konsep dasar
teori psikoanalisis menekankan pada motivasi tidak sadar, konflik, dan
symbolism sebagai konsep primer. Manusia pada hakekatnya bersifat biologis,
dilahirkan dnegan dorongan-dorongan instingtif dan perilaku merupakan fungsi
mereaksi secara mendalam terhaap dorongan-dorongan itu. Manusia bersifat tidak
rasional, tidak sosial, dan destruktif terhadap dirinya dan orang lain.
Teori kepribadian menurut Freud,
menyangkut tiga hal yaitu:
1.
Struktur Kepribadian: Menurut Freud
kepribadian terdiri dari tiga sistem, yaitu: id, ego, dan super ego. Ketiga sistem
ini mempunyai fungsi, sifat, prinsip kerja dan dinamika sendiri-sendiri.
2.
Dinamika Kepribadian: terdiri dari cara
bagaimana energi psikis itu didistribusikan serta digunakan oleh id, ego, dan
super ego. Dalam usaha menegakkan dan mengontrol id agar memuaskan impuls yang
sesuai dnegan nilai-nilai moral yang ada di masyarakat super ego menggunakan
energi dari id.
3.
Perkembangan Kepribadian: Kepribadian
berkembang sehubungan dengan 4 macam pokok sebagai sumber ketegangan, yaitu:
a. Proses
pertumbuhan fisiologis (kedewasaan)
b. Frustasi
c. Konflik,
dan
d. Ancaman
Problem
khusus dalam apperceptive distortion:
1. Hypnosis
Hipnosis merupakan salah satu apperceptive distortion, yaitu bahwa
appersepsi subjek diubah sesaat dan sebagai akibatnya terjadilah
distorsi-distorsi terhadap appersepsi subjek tersebut. Proses hipnotik dimulai
dengan terjadinya suatu penurunan kesadaran yang bertahap sedikit sehingga di
dalam fungsi-fungsi appersepsi subjek yang menurun di mana fungsi-fungsi
appersepsi tersebut menjadi sempit dan terbatas pada appersepsi mengenai suara
sang hipnotisnya saja. Proses pengeksklusifan (penyempitan) appersepsi tersebut
mirip dengan seseorang yang mendengar suara orang lain sewaktu ia sudah hampir
tidur (lamat-lamat).
2. Mass Psychological Phenomena (Fenomena
psikologi yang terdapat di dalam masa)
Proses terjadinya fenomena ini
sangat mirip dengan proses hipnosis. Di dalam Group Psychology and The Analysis of The Ego, Freud mengemukakan
bahwa setiap individu akan mengintroyeksikan massa dalam dirinya atau group
sebagai suatu faktor transistorik di dalam Ego dan Superego, dimana bila
individu menjadi salah satu anggota group, ia akan melihat segala sesuatu
berdasarkan kaca mata group atau massa. Dalam hal ini, group terlihat sebagai suatu
figure otorita, seperti halnya di
dalam hipnosis, sehinggapersepsi kelompok akan mengontrol image memory. Terjadinya pengeroyokan, kekacauan-kekacauan massal,
perkelahian massal, merupakan akibat fasilitasi (dipermudah) kemunculan
impuls-impuls primitif.
3. Transference
Transference
merupakan
hubungan emosiomal pasien terhadap psikoanalitisnya. Sebagaibagian yang
integral di dalam hubungan emosional itu, analist paling tidak harus berperan
sebagai suatu figure yang tidak
bertindak aktif (pasif) di dalam hubungan emosional tersebut, dan dapat menahan
diri untuk tidak memberikan celaan atau pujian, ataupun reaksi-reaksi lain
terhadap mood (susana hati) pasien. Transference terjadi bila pasien
mentransferkan sentimen-sentimennya yang terbentuk di masa-masa lalu kepada
analistnya.
4. Psychoses
Pada delusi-delusi dan halusinasi-halusinasi
psikotik terlihat adanya image-image masa
lalu yang mendesak sedemikian kuat untuk muncul, sehingga sangat merusak
appersepsi-appersepsi (distort the
apperception) yang sekarang terhadap dunia.
5. Therapy
Teori dari psikoanalisis dapat kita
bagi menjadi beberapa tahap yang berurutan, yaitu:
a. Communication: komuniasi antara pasien dengan
terapist, adalah melalui asosiasi bebas.
b. Interpretation:
Interpretasi dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
-
Horizontal
Study: Yakni, terapis berusaha mencari suatu common denominator di dalam pola-pola
tingkah laku dan hubungan interpersonal
pasien di dalam kehidupan yang sekarang.
-
Vertical
Study: Yakni, menggunakan asosiasi bebas ataupun
cara-cara lain yang maksudnya untuk melacak sejarah perkembangan common denominator pola-pola tingkah
laku pasien di masa-masa yang silam.
-
Relationship
to The Therapist (Hubungan dengan Terapisnya): Di dalam
usaha melacak sejarah kehidupan pasien tersebut pada masa-masa silamnya,
hubungan pasien terhdap terapistnya amatlah penting, sehingga memungkinkan
dilakukannya analisis terhadap situasi tranference
(analysis of the transference situation).
c. Insight:
secara lebih singkat, insight dapat
didefinisikan sebagai appersepsi pasien (atau persepsinya) terhadap common denominator di dalam pola-pola
tingkah lakunya, seperti apa yang ditunjukkan oleh terapist. Proses insight dapat dianalisis dari 2 (dua)
segi, yaitu:
-
Intellectual
Insight
-
Emotional
Insight
d. Working Through:
yaitu merealisir insight yang telah
atau baru diperolehnya, dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
-
Secara Inteektual (Intellectually)
-
Secara Emosionil (Therapeutically)
-
Di Dalam Tingkah Laku (Behaviorally)
Tujuan dari
psikoanalisis adalah menyadarkan individu dari konflik yang tidak disadari
serta mekanisme pertahanan (defense mechanism) yang digunakan untuk mengendalikan
kecemasan. Apabila motif dan rasa takut yang tidak disadari telah diketahui, maka
hal-hal tersebut dapat diatasi dengan cara yang lebih rasional dan realistis. Dalam
bentuknya yang asli, terapi psikoanalisis bersifat intensif dan panjang lebar.
Terapis dan klien
umumnya bertemu selama 50 menit beberapa kali dalam seminggu sampai beberapa
tahun. Oleh karena itu agar dapat lebih efisien, maka pertemuan dapat dilakukan
dengan pembatasan waktu dan penjadwalan waktu yang tidak terlalu sering
(Atkinson dkk., 1993).
Teknik-teknik
dalam Psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh
pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, serta untuk memahami makna dari
beberapa gejala. Kemajuan terapeutik diawali dari pembicaraan klien ke arah
katarsis, pemahaman, hal-hal yang tidak disadari, sampai dengan tujuan
pemahaman masalahmasalah intelektual dan emosionaI. Untuk itu diperlukan
teknik-teknik dasar psikoanalisis, yaitu: Asosiasi Bebas, Penafsiran, Analisis
Mimpi, Resistensi, dan Transferensi (Corey, 1995).
Asosiasi Bebas
Asosiasi Bebas merupakan teknik utama dalam psikoanalisis.
Terapis meminta klien agar membersihkan pikirannya dari pikiran-pikirandan
renungan-renungan sehari-hari, serta sedapat mungkin mengatakan apa saja yang
muncul dan melintas dalam pikiran. Cara yang khas adalah dengan mempersilakan
klien berbaring di atas balai-balai sementara terapis duduk di belakangnya,
sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat-saat asosiasinya mengalir
dengan bebas (Corey, 1995).
Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan
kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang
berkaitandengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan katarsis.
Katarsis hanya menghasilkan perbedaan sementara atas pengalaman-pengalaman
menyakitkan pada klien, tetapi tidak memainkan peran utama dalam proses treatment
(Corey, 1995).
Penafsiran (Interpretasi)
Penafsiran merupakan prosedur dasar di dalam
menganalisis asosiasi bebas, mimpimimpi, resistensi, dan transferensi. Caranya
adalah dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan, dan
mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam
mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi
dari penafsiran ini adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru
dan mempercepat proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut. Penafsiran
yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak
terhalanginya alam bawah sadar pada diri klien (Corey, 1995).
Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah prosedur atau cara yang
penting untuk mengungkap alam bawah sadar dan memberikan kepada klien pemahaman
atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur,
pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan
muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi
merupakan "jalan istimewa menuju ketidaksadaran", karena melalui
mimpi tersebut hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar
dapat diungkapkan. Beberapa motivasi sangat tidak dapat diterima oleh
seseorang, sehingga akhimya diungkapkan dalam bentuk yang disamarkan atau
disimbolkan dalam bentuk yang berbeda (Corey, 1995).
Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan
isimanifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan,
tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam,
maka dorongan-dorongan seksual dan perilaku agresif tak sadar (yang merupakan isi
laten) ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yaitu
impian yang tampil pada si pemimpi sebagaimana adanya. Sementara tugas terapis
adalah mengungkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol
yang terdapat dalam isi manifes. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta
klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian
untuk mengungkap makna-makna yang terselubung (Corey, 1995).
Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan
terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama
asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidak sediaan untuk
menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa
resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien
sebagaipertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan
meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres
tersebut (Corey, 1995). Dalam proses terapi, resistensi bukanlah sesuatu yang
harus diatasi, karena merupakan perwujudan dari pertahanan klien yang biasanya
dilakukan sehari-hari. Resistensi ini dapat dilihat sebagai sarana untuk
bertahan klien terhadap kecemasan, meski sebenamya menghambat kemampuannya
untuk menghadapi hidup yang lebih memuaskan (Corey, 1995).
Transferensi
Resistensi dan transferensi merupakan dua hal inti
dalam terapi psikonalisis. Transferensi dalam keadaan normal adalah pemindahan
emosi dari satu objek ke objek lainnya, atau secara lebih khusus pemindahan
emosi dari orangtua kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan
libido klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang
yang melekat dan kasih sayang pengganti. Seperti ketika seorang klien menjadi lekat
dan jatuh cinta pada terapis sebagai pemindahan dari orangtuanya (Chaplin,
1995). Transferensi mengejawantah ketika dalam proses terapi ketika
"urusan yang tidak selesai" (unfinished business) mas a lalu
klien dengan orang-orang yang dianggap berpengaruh menyebabkan klien
mendistorsi dan bereaksi terhadap terapis sebagaimana dia berekasi terhadap
ayah/ibunya. Dalam hubungannya dengan terapis, klien mengalami kembali perasaan
menolak dan membenci sebagaimana yang dulu dirasakan kepada orangtuanya. Tugas
terapis adalah membangkitkan neurosis transferensi klien dengan kenetralan, objektivitas,
keanoniman, dan kepasifan yang relatif. Dengan cara ini, maka diharapkan klien dapat
menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi dan memungkinkan klien mampu
memperoleh pemahaman atas sifat-sifat dari fiksasi-fiksasi, konflik-konflik
atau deprivasi-deprivasinya, serta mengatakan kepada klien suatu pemahaman
mengenai pengaruh masa lalu terhadap kehidupannya saat ini (Corey, 1995).
Daftar Pustaka
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_psikologi_proyektif/bab2-apperceptive_distortion_dan_konsep_dasar_psikoanalisis.pdf
http://www.slideshare.net/dina5/teori-psikoanalisa-sigmund-freud
(diakses pada 21 April 2015, pukul: 13:52)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar