Selasa, 21 April 2015

Psikoterapi (Tugas 2)

Artikel 4
Terapi Psikoanalisis
(Konsep dasar, Unsur-unsur, Masalah, Tujuan, Teknik)

Konsep dasar teori psikoanalisis menekankan pada motivasi tidak sadar, konflik, dan symbolism sebagai konsep primer. Manusia pada hakekatnya bersifat biologis, dilahirkan dnegan dorongan-dorongan instingtif dan perilaku merupakan fungsi mereaksi secara mendalam terhaap dorongan-dorongan itu. Manusia bersifat tidak rasional, tidak sosial, dan destruktif terhadap dirinya dan orang lain.
Teori kepribadian menurut Freud, menyangkut tiga hal yaitu:
1.      Struktur Kepribadian: Menurut Freud kepribadian terdiri dari tiga sistem, yaitu: id, ego, dan super ego. Ketiga sistem ini mempunyai fungsi, sifat, prinsip kerja dan dinamika sendiri-sendiri.
2.      Dinamika Kepribadian: terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu didistribusikan serta digunakan oleh id, ego, dan super ego. Dalam usaha menegakkan dan mengontrol id agar memuaskan impuls yang sesuai dnegan nilai-nilai moral yang ada di masyarakat super ego menggunakan energi dari id.
3.      Perkembangan Kepribadian: Kepribadian berkembang sehubungan dengan 4 macam pokok sebagai sumber ketegangan, yaitu:
a.       Proses pertumbuhan fisiologis (kedewasaan)
b.      Frustasi
c.       Konflik, dan
d.      Ancaman
Problem khusus dalam apperceptive distortion:
1.      Hypnosis
Hipnosis merupakan salah satu apperceptive distortion, yaitu bahwa appersepsi subjek diubah sesaat dan sebagai akibatnya terjadilah distorsi-distorsi terhadap appersepsi subjek tersebut. Proses hipnotik dimulai dengan terjadinya suatu penurunan kesadaran yang bertahap sedikit sehingga di dalam fungsi-fungsi appersepsi subjek yang menurun di mana fungsi-fungsi appersepsi tersebut menjadi sempit dan terbatas pada appersepsi mengenai suara sang hipnotisnya saja. Proses pengeksklusifan (penyempitan) appersepsi tersebut mirip dengan seseorang yang mendengar suara orang lain sewaktu ia sudah hampir tidur (lamat-lamat).
2.      Mass Psychological Phenomena (Fenomena psikologi yang terdapat di dalam masa)
Proses terjadinya fenomena ini sangat mirip dengan proses hipnosis. Di dalam Group Psychology and The Analysis of The Ego, Freud mengemukakan bahwa setiap individu akan mengintroyeksikan massa dalam dirinya atau group sebagai suatu faktor transistorik di dalam Ego dan Superego, dimana bila individu menjadi salah satu anggota group, ia akan melihat segala sesuatu berdasarkan kaca mata group atau massa. Dalam hal ini, group terlihat sebagai suatu figure otorita, seperti halnya di dalam hipnosis, sehinggapersepsi kelompok akan mengontrol image memory. Terjadinya pengeroyokan, kekacauan-kekacauan massal, perkelahian massal, merupakan akibat fasilitasi (dipermudah) kemunculan impuls-impuls primitif.
3.      Transference
Transference merupakan hubungan emosiomal pasien terhadap psikoanalitisnya. Sebagaibagian yang integral di dalam hubungan emosional itu, analist paling tidak harus berperan sebagai suatu figure yang tidak bertindak aktif (pasif) di dalam hubungan emosional tersebut, dan dapat menahan diri untuk tidak memberikan celaan atau pujian, ataupun reaksi-reaksi lain terhadap mood (susana hati) pasien. Transference terjadi bila pasien mentransferkan sentimen-sentimennya yang terbentuk di masa-masa lalu kepada analistnya.
4.      Psychoses
Pada delusi-delusi dan halusinasi-halusinasi psikotik terlihat adanya image-image masa lalu yang mendesak sedemikian kuat untuk muncul, sehingga sangat merusak appersepsi-appersepsi (distort the apperception) yang sekarang terhadap dunia.
5.      Therapy
Teori dari psikoanalisis dapat kita bagi menjadi beberapa tahap yang berurutan, yaitu:
a.       Communication: komuniasi antara pasien dengan terapist, adalah melalui asosiasi bebas.
b.      Interpretation: Interpretasi dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
-          Horizontal Study: Yakni, terapis berusaha mencari suatu common denominator di dalam pola-pola tingkah laku dan hubungan interpersonal pasien di dalam kehidupan yang sekarang.
-          Vertical Study: Yakni, menggunakan asosiasi bebas ataupun cara-cara lain yang maksudnya untuk melacak sejarah perkembangan common denominator pola-pola tingkah laku pasien di masa-masa yang silam.
-          Relationship to The Therapist (Hubungan dengan Terapisnya): Di dalam usaha melacak sejarah kehidupan pasien tersebut pada masa-masa silamnya, hubungan pasien terhdap terapistnya amatlah penting, sehingga memungkinkan dilakukannya analisis terhadap situasi tranference (analysis of the transference situation).
c.       Insight: secara lebih singkat, insight dapat didefinisikan sebagai appersepsi pasien (atau persepsinya) terhadap common denominator di dalam pola-pola tingkah lakunya, seperti apa yang ditunjukkan oleh terapist. Proses insight dapat dianalisis dari 2 (dua) segi, yaitu:
-          Intellectual Insight
-          Emotional Insight
d.      Working Through: yaitu merealisir insight yang telah atau baru diperolehnya, dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
-          Secara Inteektual (Intellectually)
-          Secara Emosionil (Therapeutically)
-          Di Dalam Tingkah Laku (Behaviorally)
Tujuan dari psikoanalisis adalah menyadarkan individu dari konflik yang tidak disadari serta mekanisme pertahanan (defense mechanism) yang digunakan untuk mengendalikan kecemasan. Apabila motif dan rasa takut yang tidak disadari telah diketahui, maka hal-hal tersebut dapat diatasi dengan cara yang lebih rasional dan realistis. Dalam bentuknya yang asli, terapi psikoanalisis bersifat intensif dan panjang lebar.
Terapis dan klien umumnya bertemu selama 50 menit beberapa kali dalam seminggu sampai beberapa tahun. Oleh karena itu agar dapat lebih efisien, maka pertemuan dapat dilakukan dengan pembatasan waktu dan penjadwalan waktu yang tidak terlalu sering (Atkinson dkk., 1993).
Teknik-teknik dalam Psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, serta untuk memahami makna dari beberapa gejala. Kemajuan terapeutik diawali dari pembicaraan klien ke arah katarsis, pemahaman, hal-hal yang tidak disadari, sampai dengan tujuan pemahaman masalahmasalah intelektual dan emosionaI. Untuk itu diperlukan teknik-teknik dasar psikoanalisis, yaitu: Asosiasi Bebas, Penafsiran, Analisis Mimpi, Resistensi, dan Transferensi (Corey, 1995).
Asosiasi Bebas
Asosiasi Bebas merupakan teknik utama dalam psikoanalisis. Terapis meminta klien agar membersihkan pikirannya dari pikiran-pikirandan renungan-renungan sehari-hari, serta sedapat mungkin mengatakan apa saja yang muncul dan melintas dalam pikiran. Cara yang khas adalah dengan mempersilakan klien berbaring di atas balai-balai sementara terapis duduk di belakangnya, sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat-saat asosiasinya mengalir dengan bebas (Corey, 1995).
Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitandengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan katarsis. Katarsis hanya menghasilkan perbedaan sementara atas pengalaman-pengalaman menyakitkan pada klien, tetapi tidak memainkan peran utama dalam proses treatment (Corey, 1995).
Penafsiran (Interpretasi)
Penafsiran merupakan prosedur dasar di dalam menganalisis asosiasi bebas, mimpimimpi, resistensi, dan transferensi. Caranya adalah dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi dari penafsiran ini adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut. Penafsiran yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya alam bawah sadar pada diri klien (Corey, 1995).
Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah prosedur atau cara yang penting untuk mengungkap alam bawah sadar dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi merupakan "jalan istimewa menuju ketidaksadaran", karena melalui mimpi tersebut hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan. Beberapa motivasi sangat tidak dapat diterima oleh seseorang, sehingga akhimya diungkapkan dalam bentuk yang disamarkan atau disimbolkan dalam bentuk yang berbeda (Corey, 1995).
Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isimanifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan seksual dan perilaku agresif tak sadar (yang merupakan isi laten) ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si pemimpi sebagaimana adanya. Sementara tugas terapis adalah mengungkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam isi manifes. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian untuk mengungkap makna-makna yang terselubung (Corey, 1995).
Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidak sediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagaipertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut (Corey, 1995). Dalam proses terapi, resistensi bukanlah sesuatu yang harus diatasi, karena merupakan perwujudan dari pertahanan klien yang biasanya dilakukan sehari-hari. Resistensi ini dapat dilihat sebagai sarana untuk bertahan klien terhadap kecemasan, meski sebenamya menghambat kemampuannya untuk menghadapi hidup yang lebih memuaskan (Corey, 1995).
Transferensi
Resistensi dan transferensi merupakan dua hal inti dalam terapi psikonalisis. Transferensi dalam keadaan normal adalah pemindahan emosi dari satu objek ke objek lainnya, atau secara lebih khusus pemindahan emosi dari orangtua kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti. Seperti ketika seorang klien menjadi lekat dan jatuh cinta pada terapis sebagai pemindahan dari orangtuanya (Chaplin, 1995). Transferensi mengejawantah ketika dalam proses terapi ketika "urusan yang tidak selesai" (unfinished business) mas a lalu klien dengan orang-orang yang dianggap berpengaruh menyebabkan klien mendistorsi dan bereaksi terhadap terapis sebagaimana dia berekasi terhadap ayah/ibunya. Dalam hubungannya dengan terapis, klien mengalami kembali perasaan menolak dan membenci sebagaimana yang dulu dirasakan kepada orangtuanya. Tugas terapis adalah membangkitkan neurosis transferensi klien dengan kenetralan, objektivitas, keanoniman, dan kepasifan yang relatif. Dengan cara ini, maka diharapkan klien dapat menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi dan memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman atas sifat-sifat dari fiksasi-fiksasi, konflik-konflik atau deprivasi-deprivasinya, serta mengatakan kepada klien suatu pemahaman mengenai pengaruh masa lalu terhadap kehidupannya saat ini (Corey, 1995).


Daftar Pustaka
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_psikologi_proyektif/bab2-apperceptive_distortion_dan_konsep_dasar_psikoanalisis.pdf
http://www.slideshare.net/dina5/teori-psikoanalisa-sigmund-freud (diakses pada 21 April 2015, pukul: 13:52)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar